Sebelum berpolemik tentang perlu
tidaknya suplemen bagi anak, sebaiknya orangtua tahu lebih dulu apa sebenarnya
fungsi vitamin bagi tubuh. Vitamin, bersama-sama dengan mineral, merupakan
zat-zat yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil tetapi asupannya harus
teratur dan dalam jumlah yang pas, agar tubuh dapat tumbuh dan berfungsi secara
normal. Berbagai proses biologis tubuh memerlukan vitamin agar dapat bekerja
dengan baik, seperti pertumbuhan, proses pencernaan, kesigapan mental dan
ketahanan tubuh terhadap infeksi. Dalam proses-proses tersebut vitamin
berfungsi sebagai katalis untuk metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Sebagian besar jenis vitamin memang
tidak diproduksi sendiri oleh tubuh, kecuali vitamin K yang dibuat oleh bakteri
’baik’ yang ada dalam usus. Jadi, memang harus ’diambil’ dari luar. Sumber
terbaik untuk vitamin (dan mineral) adalah makanan. Itulah mengapa pola makan
manusia, baik anak-anak maupun dewasa, harus beragam dan seimbang - sesuai
dengan piramida makanan. Tak lain, agar tubuh memperoleh asupan vitamin secara
lengkap.
Kekurangan vitamin membuat tubuh
tidak dapat ’bekerja’ sebagaimana mestinya. Terutama bagi anak-anak, kekurangan
vitamin menyebabkan pertumbuhan mereka terganggu. Tetapi, kelebihan asupan
vitamin pun bukannya tak beresiko bagi kesehatan. Kelebihan vitamin yang larut
air, seperti vitamin C, biotin, thiamin (B1), riboflavin (B2), niacin (B3),
asam pantotenat (B5), pyridoxine (B6), asam folat (B9) dan cobalamin (B12) ,
memang akan dibuang melalui urin. Tetapi ini juga berarti membuat ginjal
bekerja lebih keras. Sementara kelebihan vitamin yang larut lemak (vitamin A,
D, E, K) akan disimpan dalam jaringan lemak tubuh dan hati. Akumulasi lebihan
vitamin ini dapat menjadi racun bagi tubuh.
Lalu, kapan
saat yang tepat untuk memberikan suplemen vitamin?
Ketika anak memang membutuhkannya. Bila
selera makan anak cukup luas dan menu hariannya lengkap, pemberian suplemen
vitamin sebenarnya tak perlu. Anak baru dikatakan memerlukan suplemen vitamin
bila; Anak tidak memperoleh asupan vitamin yang cukup. Misalnya, anak mengalami
gangguan penyerapan zat gizi atau anak picky eater (sempit selera makannya).
Anak sedang sakit. Ketika anak sakit,
tubuhnya memerlukan lebih banyak zat gizi dari biasanya. Padahal anak yang
sakit cenderung kurang suka makan, akibatnya asupan gizinya (termasuk vitamin)
berkurang. Pada kondisi seperti itu, tubuh anak perlu ’dibantu’ dengan
memberikan suplemen vitamin. Anak yang sedang dalam pengobatan TBC misalnya,
perlu diberi suplemen vitamin untuk membantu proses penyembuhan.
Anak yang baru sembuh dari sakit,
dapat diberi suplemen. Namun bila kondisi kesehatan anak makin membaik,
pemberian suplemen sebaiknya dikurangi dan dihentikan ketika anak sudah
benar-benar sehat dan selera makannya kembali normal.
Anak picky eater, susah/tidak mau
makan, kurus atau berat badan sulit naiknya, sebenarnya juga tak bisa dijadikan
’pembenaran’ untuk memberikan suplemen vitamin secara rutin. Karena suplemen
bukan the real solution bagi masalah-masalah tersebut. Langkah utama yang harus
ditempuh orangtua adalah berupaya agar selera makan anak menjadi luas, mencari
penyebab anak menjadi susah/tidak mau makan, atau mencari tahu mengapa berat
badan anak sulit naik. Untuk sementara, kekurangan vitamin dalam tubuh anak
memang dapat dipenuhi melalui suplemen, sambil orangtua berupaya menyelesaikan masalah
sebenarnya.
Sama seperti orang dewasa, bayi dan
anak-anak juga punya preferensi terhadap jenis-jenis makanan. Kalau anak hanya
sesekali menjadi picky (siapa tahu dia sedang ingin makanan yang menyegarkan,
misalnya...?), sedangkan secara umum selera dan pola makannya baik, rasanya
terlalu berlebihan jika orangtua khawatir anaknya akan kekurangan vitamin.
Menganggap suplemen dapat meningkatkan nafsu makan anak juga tidak rasional.
Suplemen vitamin bukan untuk
meningkatkan nafsu makan anak, karena memang tidak ada vitamin yang membuat
anak jadi doyan makan. Banyak faktor yang menyebabkan anak menjadi susah/tidak
mau makan. Mungkin anak bosan dengan menu hariannya, mau tumbuh gigi, sedang
ada masalah psikologis, atau sedang sakit. Anak yang mengalami gangguan jantung
atau terkena silent ISK (infeksi saluran kemih), juga dapat mengalami gangguan
selera makan atau sulit naik berat badan. Bila kondisi kesehatan anak baik,
otomatis selera makannya pun akan baik.
Pertumbuhan anak, umumnya dilihat
dari penambahan berat dan tinggi badan anak. Maka tak heran, kalau orangtua
jadi khawatir bila berat badan anaknya tidak/sulit naik. Tapi, anak langsing
pun belum tentu mengalami kurang gizi, lho. Selain melihat grafik
pertumbuhannya, orangtua juga harus melihat perkembangan anak. Walaupun
kenaikan berat badan anak tidak signifikan (atau malah tetap), tetapi tinggi
badannya naik dengan signifikan, kemampuan motorik kasar dan halusnya baik,
juga perkembangan otaknya meningkat pesat, maka sesungguhnya orangtua belum
perlu untuk khawatir. Bisa jadi anak cenderung langsing dan tinggi karena
faktor keturunan. Selain itu, orangtua juga perlu memperhatikan gerak tubuh
anak sehari-hari. Anak yang sangat aktif, tentu saja menghabiskan lebih banyak
energi. Wajar lah kalau berat badannya jadi sulit naik, atau kalaupun naik
sedikit sekali. (net/mel)
No comments:
Post a Comment